Jumat, 31 Oktober 2014

konsep softskill


Konsep softskill

. Soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, sifat kepribadian, ketrampilan sosial, komunikasi, berbahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang mencirikan kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Soft skills merupakan kecerdasan emosional dan sosial (Emotional Inteligence Quotient) yang sangat penting untuk melengkapi hard skills atau kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient). Soft skill menyangkut karakter pribadi seseorang yang dapat meningkatkan interaksi individu, kinerja pekerjaan dan prospek karir. Tidak seperti hard skill  yang berkenaan dengan kemampuan menyerap ilmu atau keahlian dan kemampuan untuk melakukan jenis tugas atau kegiatan tertentu, soft skill berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan sesamanya  baik di dalam dan di luar tempat kerja. Soft skills adalah bentuk kompetensi perilaku sehingga dikenal pula sebagai keterampilan interpersonal atau people skills, yang mencakup keterampilan komunikasi, resolusi konflik dan negosiasi, efektivitas pribadi, pemecahan masalah secara kreatif, pemikiran strategis, membangun tim, keterampilan mempengaruhi dan keterampilan menjual (gagasan atau ide).



Dari  definisi soft skills di atas dapat ditarik kesimpulan orang yang mempunyai soft skills tinggi adalah orang yang berbudi pekerti, yang mampu mengontrol emosinya dan itu tergambar dalam budi bahasanya, dalam caranya berkomunikasi , perilakunya tidak grusa grusu, satunya kata dan perbuatan atau berintegritas tinggi, tenggang rasa dan toleransi tinggi. Soft skill tinggi sudah semestinya menjadi bagian yang melekat (embedded) dalam diri seseorang dengan latar belakang pendidikan atau intelektual tinggi (hard skills).

Persoalannya adalah mengapa para sarjana lulusan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia tidak mesti menunjukkan karakter orang yang berbudi pekerti ? Buktinya mudah ditemukan saat kita lihat debat di lembaga DPR yang terhormat yang kerap ditayangkan TV. Mengapa mereka berdebat seperti hanya adu kepandaian dan penguasaan ilmu, pengin menonjolkan diri, merendahkan lawan debat dan tidak berusaha menemukan titik temu guna mendapatkan solusi?  Akhirnya debat di parlemen jadi tidak mendidik orang tentang cara bernegosiasi dan mencapai kesepakatan tapi jadi arena adu mulut yang membosankan dan penuh dengan hujan interupsi. Hal sama dapat ditemukan saat  pejabat birokrasi memberikan pernyataan tentang suatu problem publik. Seringkali mereka mengeluarkan statement yang tidak focus ke pemecahan masalah terkait dengan tanggungjawabnya malahan menyalahkan atau mencari kambing hitam guna berkelit atau melepaskan diri dari tanggungjawab.

Melihat fenomena rendahnya soft skills di kalangan kaum terpelajar membuat saya jadi khawatir jangan-jangan perilaku yang sama juga ada di diri saya. Seringkali saya menuntut ke mahasiswa harus ini itu, begini begitu, menghujani mereka dengan kotbah soal moral dan etika. Tapi , apakah perilaku saya, kinerja saya sebagai guru dan dosen selama ini bisa memberikan teladan ke mahasiswa sehingga saya cukup pantas untuk mengkotbahi mereka cara berinteraksi dan berkomunikasi yang sopan, cara menghargai orang lain. Jangan-jangan saya selama ini hanya bisa menuntut ke mahasiswa untuk menghargai saya, untuk bertutur sopan ke dosen, tapi aturan ini tidak berlaku saat saya berkomunikasi dengan mereka , saya bebas membentak mereka, saya bebas memaksa mereka agar manut dengan aturan yang saya buat. Kalau saya sebagai dosen berperilaku semacam ini gimana ya mahasiswa itu menilai saya? Jangan-jangan mereka itu patuh, segan atau bahkan takut pada saat di depan saya saja tapi akan mempergunjingkan atau bahkan melontarkan sumpah serapah apabila saya tidak ada. Who knows?

Jadi, kalau saat ini kita resah dengan perilaku murid atau mahasiswa yang semakin tidak menghargai guru atau dosen, maka sebagai orang tua, guru dan dosen  kita harus bertanya dan menggugat diri kita sendiri : Apa yang selama ini telah kita ajarkan ke anak-anak kita itu ya kok mereka jadi tidak mengenal sopan santun? Apa yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia sehingga yang diproduksi adalah anak-anak didik yang ber-soft skills rendah ?

Jika soft skills itu menyangkut pembentukan karakter , kita jadi bertanya apakah pendidikan karakter dan akhlak yang  diberikan sejak di TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi itu masih kurang? Kalau ternyata porsi pendidikan karakter yang selama ini ada di pelajaran Agama dan PKN itu ternyata kuantitas dan kualitas sudah cukup, terus apa lagi yang kurang? Saya tidak mempunyai kapasitas dan kompetensi untuk menjawab pertanyaan ini. Namun saya akan mencoba memberikan gambaran tentang apa itu materi yang biasanya menjadi bagian dari pembentukan soft skills yang saya temukan di berbagai sumber di internet. Semoga saja informasi ini bisa memberi gambaran tentang apa yang masih kurang atau mungkin tidak bisa disampaikan melalui pelajaran agama dan PKN di sekolahan.

Vishal Jain mengemukakan soft skill meliputi semua aspek keterampilan generik yang mencakup unsur-unsur kognitif yang terkait dengan keterampilan non-akademik. Unsur-unsur soft skills yang perlu dikuasai khususnya oleh para mahasiswa atau mereka yang berpredikat sarjana meliputi :

Keterampilan komunikasi .
Keterampilan berpikir dan pemecahan masalah keterampilan .
Tenaga kerja tim
Manajemen hidup panjang pembelajaran dan Informasi
keterampilan pengusaha
Etika , moral dan profesionalisme
keterampilan kepemimpinan
PERBEDAAN SOFT SKILL dan HARD SKILL
Wikipedia menuliskan pengertian Soft Skill dan Hard Skill sebagai berikut Soft skills is a sociological term which refers to the cluster of personality traits, social graces, facility with language, personal habits, friendliness, and optimism that mark people to varying degrees. Soft skills complement hard skills, which are the technical requirements of a job.
sementara untuk pengertian hardskill atau sebagai orang menyebutnya Hard Competence sebagai berikut : "The hard competence referring to job-specific abilities, and relevance will be about specific knowledge relating to “up to date” systems". Dari pengertian antara sofkill dan hardskill dapat kita menyimpulkan : Setiap profesi profesi di tuntut untuk memiliki hardskill yang khusus, tetapi sofkill bisa merupakan kemampuan yang harus di miliki setiap profesi.
Referensi : http://sriyuliani.staff.fisip.uns.ac.id/kuliah/apa-itu-soft-skills/
http://azariahkartika-azariahkartika.blogspot.com/2012/03/berhubungan-soft-skill-dan-hard-skill.html

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html

Copyright © Maulinda Saleh | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑